Rabu, 09 Juli 2014

Ketika Politik menjadi mata pencaharian

Ketika politik difokuskan sebagai mata pencaharian.
Tidak ada lagi namanya keadilan masyarakat.
Tidak ada lagi kesusahan rakyat yang dirangkul untuk menatap masa depan.
Tidak ada lagi peraturan berlandaskan kepentingan rakyat.
Karena politikus mencari uang (kesenangan) bukan mencari kesusahan masyarakat.

Ketika politik difokuskan sebagai mata pencaharian.
Para politikus menjadi tukang impor dan menghisap produksi rakyatnya.
Para negarawan tutup mata atas penderitaan korban bencana.
Para wakil rakyat membicarakan kekuasaan tanpa mendengar keluh kesah masyarakat.

Aku setuju hancurkan saja semua politikus itu. Bakar hingga habis. Penghisap rakyat. Terpujilah dia yang masih membela setengah mati di antara kawanan yang menjadikan politik sebagai mata pencaharian. Demikian sukar mengubah peraturan. Karena mereka dibuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Terkecuai ada homo homini lupus. Mengontrol semua kebuasan.

Sangat disayangkan teori Aristoteles yang diagungkan atas konsep kenegaraan pun dipajang di buku saja. Hilang di sudut perpustakaan dan dicari dan dijabarkan dalam kelas pengantar Hukum atau sekedar argumentasi dalam kelas filsafat. Hilanglah sudah konsep politik sebagai alat untuk mensejahterakan rakyatnya. Karena ia memang konsep.
Manusia telah mati. Sia-sia sudah apa yang pernah dibicarakan dan diagungkan.

Semua ini yang tak berkesudahan. Politik adalah mata pencaharian.

Manusia telah mati

Ketika dilahirkan, manusia diperkenalkan akan sosok tertinggi yakni Tuhan. Meski Ia memiliki banyak nama tp hanya mengandung satu unsur saja, ke-Tuhan-an. Mereka banyak menaruh harapan kehidupan pada-Nya. Harapan dalam sosial menjadikan kumpulan manusia membentuk agama untuk satu rasa kebutuhan iman yang sama. Mereka mebuat Visi misi untuk kemanusiaan. Sejalan dengan terbentuknya agama dalam perbedaan sejarah dan geografi menjadikan agama sebagai wadah yang memiliki atribut yang sangat banyak. Meski atribut demikian agama hanya mengajarkan satu hal terpenting, yaitu kebaikan.

Namun faktanya justru kontradiktif. Konflik antara Israel dan Palestina mengatasnamakan agama. Negara yahudi dengan negara islam. Saling mengklaim atas nama Tuhan. Saya rasa mereka kaum barbar. Tidak ada Tuhan. Bahkan agama. Apa guna agama jika mereka saling membunuh. Apa guna agama jika mereka saling berbalas dendam. Israel mengatasnamakan Tuhan. Apakah Tuhan membenarkan suatu kejahatan atas kemanusiaan? Apakah merka rasa Tuhan sangat mencintai negara Israel mengijinkan mereka mendapatkan kembali haknya? Apakah Tuhan pilih kasih? Sejauh saya ketahui, pertama yaitu agama sebagai pemicu terbunuhnya rasa kemanusiaan. Kedua, jika ada pilihan dalam kemanusiaan di dalam hati manusia dan ia tidak memilihnya, maka keserakahan manusia lah jawabanya.

Manusia telah mati (tidak adanya Ke-manusia-an). Sementara Tuhan menjadi tolak ukur kekuasaan. Dan Agama menjadi sarana pembenaran manusia mati itu.



Sabtu, 02 Maret 2013

Soda yang entah datang dari mana-Pengalaman Fenomenologis

Aku merasakan cangkir itu kosong kembali. Selalu ada waktunya menjadi demikian. Rasanya seperti kekecewaan, identitas yang dibentuk karena waktu dan pengisian dinegasikan sehingga terhapuslah pembentukan identitas melalui memori, harapan di masa mendatang menjadi jembatan identitas tersebut. Perlu pengisian ulang entah itu teh hangat atau kopi pahit, Aku perlu memberikan pencarian dan mengisinya ulang secara perlahan karena di dalam cangkir itulah terdapat kumpulan sel kebahagiaan, sel kesedihan, sel kebijaksanaan, dan dapat dituang dalam saringan pilihan sesuka hati baik itu kepedulian, semangat, perhatian, amarah namun dalam wadah ontologis kesederhanaan dan kebaikan.

Ternyata Aku yang mengalami cangkir kosong itu menemukan sebuah sisi fenomenologis lain di mana Aku menemukan air soda yang memaksa masuk ke retakan celah pori-pori cangkir dan meresap masuk perlahan namun bergejolak. Di peristiwa ini, Aku bukan menjadi pola "keseharain bersama dengan" namun Aku meluapkan emosi soda sebagai bentuk yang lain namun mengembirakan. Efek ialah gembira namun sesaat karena masih mengenal Aku mengalami keretakan pori-pori cangkir. Saat soda sudah habis kandungan CO2 maka ia kembali pada ingatan kondisi keretakan itu. Ini pola lain fenomenologis yang entah dari mana datangnya soda itu. Apakah sekedar ada karena tiada atau memang ada namun belum diungkapkan atau bahkan hanya sekedar pilihan.

Selasa, 29 Januari 2013

Isi itu Kosong


Udara serasa dimakan waktu
Waktu serasa dimakan manusia
Manusia dimakan dimensi struktural
Isi itu kosong

Kosong yang berdiri tegak seolah-olah ada
Kosong yang berdiri tegak seolah-olah belajar
apakah tidak melihat kesia-siaan di sana
Seolah-olah isi, udara dimakan waktu dalam ketidakberartianya
Seolah-olah isi, waktu dimakan manusia kosong dalam ketidakterbukanya
Manusia telah dimakan dimensi struktural dalam kebodohannya
Dan lagi-lagi manusia menutupinya
dalam berbagai alasan argumentatif (penghiburan)
menutupi kosongnya
Dimensi struktural hanya diam
ia berisi, kuat dan ditopang manusia kosong


Sabtu, 26 Januari 2013

Ada bersama waktu yang ber-tepi

Ada bersama waktu yang ber-tepi menjadikan waktu diberi bingkai dan pasang pada sudut dinding kenangan terindah atau termegah namun nampak sedih bersama kekecewaanya. Banyak tepian yang terbingkai pada dinding relung jiwanya menyatakan itulah masa lalu kehidupannya. Pula banyak cerita pada tepian yang akan dirangkai namun belum masuk pada masa hadirnya kini. Tepian itu menyatakan wadah sementara dalam bentuk baru namun tidak menghilangkan ke-Aku-annya meski akan mengubah atribusi karena keberadaan Tepian itu. Tepian itu suatu waktu akan menjadi penjaga sikap akan kemana arah Ada melaju atau titik tolak karena sebuah tepian adalah bingkai dalam hati dan pikiran. Tepian adalah wadah sementara bagi hati dan pikiran sementara dicurahkan. Bila Ada merasa Tepian itu adalah sebuah kesalahan maka ia akan bergerak dan betolak darinya. Jika Tepian adalah sebuah pakaian yang indah untuk dikenakan maka Ada tidak akan rela melepaskannya.


Jumat, 25 Januari 2013

Pandangan Ada tentang Pilihan

Pilihan itu sensasi
Ketika aku menuliskan pandangan ini
Bahkan memikirkan pilihan adalah sensasi mengelitik
-------------------------------------
Pilihan itu ada ketika ia belum ada
Ketika kesempatan terbuka lebar

Pilihan itu ada ketika desakan ada
Ketika dunia menunjukan dua pilihan

Pilihan itu realistis dan idealis
Ketika ontologi Aku mempertanyakannya

Pilihan itu tujuan
Ketika Aku tahu cara mengarahkanya

Pilihan itu harapan
Ketika Aku memiliki masa depan

Pilihan itu sebuah kesulitan
Ketika Aku terjun pada keterjatuhan

Pilihan itu milik waktu
Ketika ia ada saat dulu, kini dan esok, merangkainya jadi satu
Hanya ketika Aku mampu memisahkan dengan kelupaannya

Tapi Aku bukan seorang dengan menghadapi pilihan universal
Begitulah dunia selalu membentuk Aku dengan sedikit pilihan
Membuat Pilihanku adalah kenangan
Hanya milik Aku, sedikit Aku dan kamu, bukan mereka

Tentang Ada



Permasalahan yang menyeluruh tentang Ada ibarat cangkir. Ketika ia diisi oleh teh manis, kehidupan terasa bahagia. Ketika ia diisi oleh kopi pahit, hidupnya adalah tragedi. Ada pula yang lebih tragis ketika ia tidak diisi apa pun sebab ia tidak tahu harus diisi apa. Bila ia kosong, apa boleh buat tak ada seorang pun yang akan memilih dia untuk menghilangkan dahaga.

Apabila disabdakan bahwa Ada harus menjadi Tuan bagi dirinya dan orang lain, ini sunggug naif. Seperti cangkir kosong yang lambat laun akan terasa retak dipenggaruhi tekanan panas dan dingin oleh apa yang mengisinya. Tak heran bahwa Ada dapat ditafsir sebagai seorang Altruis dan diisi lain sebagai Egois. Bukan hanya ini saja, mengambil jarak dan lagi-lagi harus mengambil posisi menyebabkan Ada dalam kondisi serba salah.

Retak dan kosong ini harus dipisahkan oleh yang "ada" lainya. Ia perlu diperbaiki agar ia kokoh kembali. Bila ia harus memilih antara manus atau pahit, dingin atau panas, itu tak perlu. Ada pasti akan mendapatkan giliranya masing-masing. Begitu pula saat ia retak dan kosong.

Dua sisi yang berposisi ini pula seperti halnya Ada tidak bisa hidup di dua dunia yang terisi penuh secara seimbang dalam posisi sentral. Sentral berarti satu, maka Ada harus memilih hanya satu saja dunia. Dunia ini melibatkan kebeluman masa depan di masa kini. Pertimbangan yang sulit ialah ketika Ada di dua alam: egois atau altruis. Situasu ini mengakibatkan Ada merasa tidak hidup, terkuras energi, tertarik atas hal yang telah didalami. Kondisi serba salah ini harus mengambil jarak, mengisi kembali cangkir yang kosong dan memutuskan apa yang kelak akan dicampurkan di dalamnya, kopi pahit atau susu manis. Entah jika qualia dilibatkan.

Mengambil jarak bukan berarti Ada berada dalam kesendiriannya dan membangun dirinya sendiri secara otonom dengan pertimbangan hal atau lain hal. Ada memang mengambil jarak yaitu menunda keputusan, namun ia butuh kata-kata lain yang telah menuliskan tinta terlebih dahulu dalam kehidupan Ada Yang Lain. Ada membutuhkan sesuatu yang mengisi energinya kembali sehingga ia mampu memutuskan pilihan mana yang akan menjadi dunianya. Selalu ada Ada Yang Lain diperlakukan dalam keberartian kehidupan Ada

 Ditulis 07/07/11