Ketika politik difokuskan sebagai mata pencaharian.
Tidak ada lagi namanya keadilan masyarakat.
Tidak ada lagi kesusahan rakyat yang dirangkul untuk menatap masa depan.
Tidak ada lagi peraturan berlandaskan kepentingan rakyat.
Karena politikus mencari uang (kesenangan) bukan mencari kesusahan masyarakat.
Ketika politik difokuskan sebagai mata pencaharian.
Para politikus menjadi tukang impor dan menghisap produksi rakyatnya.
Para negarawan tutup mata atas penderitaan korban bencana.
Para wakil rakyat membicarakan kekuasaan tanpa mendengar keluh kesah masyarakat.
Aku setuju hancurkan saja semua politikus itu. Bakar hingga habis. Penghisap rakyat. Terpujilah dia yang masih membela setengah mati di antara kawanan yang menjadikan politik sebagai mata pencaharian. Demikian sukar mengubah peraturan. Karena mereka dibuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Terkecuai ada homo homini lupus. Mengontrol semua kebuasan.
Sangat disayangkan teori Aristoteles yang diagungkan atas konsep kenegaraan pun dipajang di buku saja. Hilang di sudut perpustakaan dan dicari dan dijabarkan dalam kelas pengantar Hukum atau sekedar argumentasi dalam kelas filsafat. Hilanglah sudah konsep politik sebagai alat untuk mensejahterakan rakyatnya. Karena ia memang konsep.
Manusia telah mati. Sia-sia sudah apa yang pernah dibicarakan dan diagungkan.
Semua ini yang tak berkesudahan. Politik adalah mata pencaharian.
Rabu, 09 Juli 2014
Manusia telah mati
Ketika dilahirkan, manusia diperkenalkan akan sosok tertinggi yakni Tuhan. Meski Ia memiliki banyak nama tp hanya mengandung satu unsur saja, ke-Tuhan-an. Mereka banyak menaruh harapan kehidupan pada-Nya. Harapan dalam sosial menjadikan kumpulan manusia membentuk agama untuk satu rasa kebutuhan iman yang sama. Mereka mebuat Visi misi untuk kemanusiaan. Sejalan dengan terbentuknya agama dalam perbedaan sejarah dan geografi menjadikan agama sebagai wadah yang memiliki atribut yang sangat banyak. Meski atribut demikian agama hanya mengajarkan satu hal terpenting, yaitu kebaikan.
Namun faktanya justru kontradiktif. Konflik antara Israel dan Palestina mengatasnamakan agama. Negara yahudi dengan negara islam. Saling mengklaim atas nama Tuhan. Saya rasa mereka kaum barbar. Tidak ada Tuhan. Bahkan agama. Apa guna agama jika mereka saling membunuh. Apa guna agama jika mereka saling berbalas dendam. Israel mengatasnamakan Tuhan. Apakah Tuhan membenarkan suatu kejahatan atas kemanusiaan? Apakah merka rasa Tuhan sangat mencintai negara Israel mengijinkan mereka mendapatkan kembali haknya? Apakah Tuhan pilih kasih? Sejauh saya ketahui, pertama yaitu agama sebagai pemicu terbunuhnya rasa kemanusiaan. Kedua, jika ada pilihan dalam kemanusiaan di dalam hati manusia dan ia tidak memilihnya, maka keserakahan manusia lah jawabanya.
Manusia telah mati (tidak adanya Ke-manusia-an). Sementara Tuhan menjadi tolak ukur kekuasaan. Dan Agama menjadi sarana pembenaran manusia mati itu.
Namun faktanya justru kontradiktif. Konflik antara Israel dan Palestina mengatasnamakan agama. Negara yahudi dengan negara islam. Saling mengklaim atas nama Tuhan. Saya rasa mereka kaum barbar. Tidak ada Tuhan. Bahkan agama. Apa guna agama jika mereka saling membunuh. Apa guna agama jika mereka saling berbalas dendam. Israel mengatasnamakan Tuhan. Apakah Tuhan membenarkan suatu kejahatan atas kemanusiaan? Apakah merka rasa Tuhan sangat mencintai negara Israel mengijinkan mereka mendapatkan kembali haknya? Apakah Tuhan pilih kasih? Sejauh saya ketahui, pertama yaitu agama sebagai pemicu terbunuhnya rasa kemanusiaan. Kedua, jika ada pilihan dalam kemanusiaan di dalam hati manusia dan ia tidak memilihnya, maka keserakahan manusia lah jawabanya.
Manusia telah mati (tidak adanya Ke-manusia-an). Sementara Tuhan menjadi tolak ukur kekuasaan. Dan Agama menjadi sarana pembenaran manusia mati itu.
Langganan:
Postingan (Atom)